Pendidikan bukanlah sebuah aset bisnis yang menghasilkan uang. Pendidikan
bukanlah alat berlatih para “buruh” untuk mencari pekerjaan. Pendidikan
bukanlah monster jahat yang harus dienyahkan dari dunia ini. berbanding
terbalik dari itu, pendidikan adalah sebuah proses tentang pembelajaran.
Belajar memahami sesuatu yang ada disekitar kita. Apapun itu, bahkan ketika
kita melihat seekor burung betina yang pulang ke sarangnya dengan makanan yang
ia bawa untuk anak-anaknya, sejatinya
kita telah melakukan pembelajaran. Belajar tentang memahami kasih sayang
seorang ibu. Belajar selalu erat kaitannya dengan pendidikan, begitupun
sebaliknya. Namun kini, terjadi pergeseran pola pikir pada sebagian besar
masyarakat di Indonesia tentang
pendidikan. Pendidikan menurut mereka adalah TK, SD, SMP, SMA, PT. Lalu hasil
dari itu adalah mendapat pekerjaan. Serendah itukah makna sebuah pendidikan?
Sejak SMP saya dikenalkan dengan sebuah konsep belajar yang bernama
mentoring/halaqoh/liqo yang secara bahasa halaqoh berarti lingkaran. Ya, karna
memang cara pendidikan ini adalah pendidikan berkelompok dengan jumlah
menti(anak yang dibina) sekitar 5-10 orang lengkap dengan seorang mentor dan
nantinya formasi duduknya membentuk lingkaran. Formasi yang sangat baik, karena
dengan begitu sang mentor dapat mengawasi semua mentinya, para menti dapat
dengan jelas mendengar semua perkataan mentor dan suasana belajar menjadi lebih
akrab dan santai namun tetap serius. Dalam hal ini, saya pernah menjadi seorang
menti dan juga mentor, maka saya akan berbagi mengenai apa yang saya ketahui
dan dapatkan dari halaqoh ini dalam dua sisi yang berbeda.
Dari sisi seorang menti
Belajar seperti ini menyenangkan, nyaman, dan jarang sekali membuat
tertekan. Disini, mentor adalah seorang kakak, guru, sahabat, konsultan, bahkan
orang tua. Beliau yang selalu memantau kami para mentinya dari mulai akademik, rohani
(amal yaumiah) sampai jasmani kami. Disini saya merasa memiliki keluarga kedua,
saya merasa memiliki tempat berlabuh saat pendidikan formal mulai mencekik saya
dengan segala aturan yang ada. Saya selalu kagum, karena didalam lingkaran
kecil ini selalu ada diskusi-diskusi besar yang pada akhirnya melahirkan
mimpi-mimpi besar kami untuk diri kami sendiri, keluarga, negara bahkan dunia.
Dan semua mimpi itu berlandaskan aturan-aturan Tuhan, sebuah fondasi yang
sangat kuat. Mungkin itu sebabnya banyak pemimpin-pemimpin besar yang berakhlak
lahir dari lingkaran ini. kenapa ini bisa terjadi? kita dapat melihat dari apa saja yang
dilakukan saat kami memulai metode pendidikan lingkaran ini. Dimulai dengan
pembacaan Al-qur’an dari masing-masing kami, lalu penyampaian kisah-kisah
inspiratif dari salah satu menti, dilanjutkan dengan materi inti dan sesi
diskusi yang hampir selalu seru. Penyampaian materi inti biasanya tidak memakan
waktu yang lama, formalnya maksimal 1 jam. Karena dalam sesi-sesi yang lain
kita sudah mendapatkan banyak sekali
pembelajaran. Dalam lingkaran ini mustahil terjadi percakapan satu arah
antara mentor dan menti. Kecil kemungkinan kami untuk menjadi pasif disini.
Setiap anak selalu diajarkan untuk aktif dan berkontribusi sekecil apapun untuk
setiap hal yang sudah kami bangun bersama dalam lingkaran ini. Bisa kita lihat
dari sesi penyampain kisah insipratif misalnya, dari sini kami diajarkan dan
dibiasakan untuk menjadi seorang public speaker yang baik. Bagaimana
menyampaikan sebuah pesan, motivasi atau pembelajaran dari setiap apa yang kami
bicarkan agar dapat didengar orang lain lalu kemudian dapat menjadi
pembelajaran bagi orang-orang yang mendengarnya. Disini, kami sering diberikan
sebuah studi kasus tentang permasalahan di negeri ini, lalu memikirkan solusi
apa yang harus kami berikan untuk permasalahan itu dalam diskusi-diskusi ringan.
Hal ini benar-benar membangkitkan semangat kami untuk membangun negeri ini
lebih baik lagi kedepannya. Yang terpenting, disini kami diajarkan bagaimana
menjadi seorang pemimpin yang berakhlak, karena sejatinya setiap manusia adalah
seorang pemimpin, minimal untuk dirinya sendiri, dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggungjawabannya. Dan dampak terbesar dari pendidikan ini adalah
saya dan sebagian besar teman-teman saya yang tergabung dalam kelompok-kelompok
pendidikan melingkar ini merasa bahwa pendidikan ini bukan lagi hanya sebuah
kewajiban belaka, tapi ia adalah kebutuhan.
Dari sisi seorang mentor
Menjadi seorang mentor berarti menjadi seorang pendidik. Dan menjadi
seorang pendidik berarti memiliki amanah yang cukup berat untuk dipikul. Karena
apa yang kita sampaikan adalah apa yang akan diserap oleh menti-menti kita, dan
hal itulah yang akan membentuk pribadi mereka kedepannya. Cukup sulit memang
untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan disukai oleh setiap
menti/murid kita, karena setiap diri tentu memiliki gaya belajar yang berbeda.
Namun, bukan hal yang tidak mungkin untuk menciptakannya atau setidaknya bisa
meminimalisir ketidaknyamanan tersebut dalam suasana belajar. Itulah mengapa
seorang mentor/guru harus bisa merangkap perannya sebagai seorang sahabat,
konsultan, bahkan orang tua untuk muridnya,bukan hanya menjadi seorang
pengajar. Ketika pertama kali dihadapkan dengan beberapa anak yang akan menjadi
menti saya kedepannya, hal pertama yang harus saya lakukan adalah pendekatan.
Ya, saya harus bisa membuat mereka nyaman dan percaya kepada saya. karena
menurut saya, ketika hal tersebut sudah didapat bukan tidak mungkin kita dapat
mengarahkan mereka dengan mudah. Kemudian perlu diperhatikan pula pada tingkat
apa murid-murid yang kita bina agar kita bisa mengarahkan mereka sesuai dengan
umur atau tingkat pendidikan mereka. Misalnya ketika itu saya diminta untuk
membina anak-anak kelas 1 SMP yang rata-rata baru mengetahui sistem pendidikan
halaqoh ini, maka yang saya lakukan pada tahap pertama adalah mengenalkan pada
mereka bahwa halaqoh itu seru, belajar lewat halaqoh itu asyik dan baik untuk
diri kita kedepannya. Maka dari sini setiap mentor harus memiliki parameter
sendiri terhadap kemajuan menti-mentinya yang kemudian digunakan untuk
menetapkan target-target selanjutnya yang harus dicapai. Ini adalah kurikulum
kami, kurikulum yang bebas namun terarah dan bertanggung jawab. Dalam hal
penyampaian materi inti, diusahakan membuat jawdal yang sudah diatur
sebelumnya. Biasanya ada 3 materi penting yang harus ada dalam halaqoh ini
seperti materi agama, materi universal, dan games yang masing-masingnya
disampaikan dalam setiap pertemuan yang berbeda. Selanjutnya diberi kebebasan
pada setiap mentor untuk menambahkan materi yang ada. Dan perlu diperhatikan
pula waktu yang dibutuhkan untuk menyampaikan materi inti tersebut, jangan terlalu
lama juga jangan terlalu sebentar. Cukup dengan materi yang sederhana tapi luas
pembahasannya, ini juga dilakukan untuk memancing mereka agar bertanya dan
aktif pada sesi diskusi yang akan dilakukan setelah penyampaian materi. Jangan
ragu untuk membuka sesi curhat dalams setiap pertemuan, karena biasanya hal ini
lah yang membuat mereka nyaman berada disini, membuat mereka percaya bahwa
masih ada orang-orang yang peduli dengan dirinya. Hal penting lainnya yang
harus dimiliki seorang mentor adalah bahwa seorang mentor itu juga merupakan
seorang menti. Mengapa demikian? Ini dilakukan agar ilmu yang ada pada seorang
mentor terjaga dan terus bertambah sehingga kualitas setiap halaqoh pun akan
semakin baik.
Banyak orang yang berpendapat bahwa kaum muda di Indonesia semakin rusak
saja setiap harinya padahal sistem pendidikan yang diterapkan terus mengalami
perubahan dan “perbaikan”. Mengapa hal ini terjadi? Ini terjadi karena minimnya
pendidikan akhlak yang diterapkan dalam setiap kurikulum pendidikan di Indonesia.
Mungkin negara akan maju dengan banyaknya ilmuwan-ilmuwan dan
pengusaha-pengusaha muda dari negara tersebut, tapi jika ilmuwan dan pengusaha
tersebut tidak baik akhlaknya, maka tinggal tunggu saja kehancuran negara
tersebut. Untuk apa memiliki banyak ilmuwan tapi pada akhirnya banyak ilmuwan
yang mati bunuh diri karena stres? Untuk apa memiliki banyak pengusaha tapi
pada akhirnya mereka hanya saling menikam satu sama lain untuk mendapatkan laba
sebesar-besarnya? Semua itu hanya akan menjadi nol besar jika tidak dibarengi
dengan akhlak. Bukankah akan lebih baik jika seorang ilmuwan, pengusaha,
politisi atau apapun profesinya juga memiliki akhlak yang baik? Akan kita
temukan keteraturan disana karena semua peran dijalankan dengan semestinya. Dan
tentunya, akan lebih mudah membangun peradaban yang lebih baik untuk Indonesia
kedepannya.
Untuk itu, menurut
saya akan sangat lebih baik jika disamping pendidikan formal yang ada saat ini,
banyak sekolah yang menerapkan pula konsep pendidikan halaqoh ini dalam kurikulum
pendidikan mereka. Tentunya dengan memperbaiki pula kualitas setiap guru atau
mentor yang ada sebelum mereka membagikan ilmunya untuk para mentinya. Karena perubahan
yang baik lahir dari diri yang baik. Dan diri yang baik lahir dari proses
belajar yang baik.



0 komentar:
Posting Komentar